Tahun 2003, untuk pertama kalinya saya menikmati Ramadhan di negeri beton Hong Kong. Waktu itu baru 3 mingguan saya datang, ramadhan juga datang. Saya pun minta ijin ke majikan untuk menjalankan ibadah puasa.
"Nyonya, bolehkah saya puasa?"
"Puasa itu apa?"
"Puasa itu tidak boleh makan dan minum seharian"
"Hah, kamu pingin mati ya?"
"Tidak nyonya, kami orang Indonesia sebentar lagi hari raya jadi harus puasa. Saya sudah biasa melakukannya"
"Tidak boleh, nanti kalau kamu sakit gimana? Kalau tidak kuat kerja gimana?"
"Oh... ya sudah kalau tidak boleh"
Sedih rasanya ketika majikan tidak mengijinkan saya puasa dengan alasan takut sakit atau takut tidak kuat kerja. Tapi saya tidak menyerah begitu saja. Kebetulan majikan kerja dari pagi hingga malam, sehingga saya bisa puasa dengan sembunyi-sembunyi.
Berat, itulah yang saya rasakan ketika saya harus puasa tanpa sepengetahuan majikan. Apalagi saat itu saya masih potongan gaji, jadi saya tidak punya uang untuk membeli makanan sendiri. Setiap hari saya menyembunyikan 2 lembar roti tawar jatah sarapan buat makan sahur. Sebotol air putih dan 2 lembar roti tawar itulah menu makan sahur saya setiap hari. Makannya pun di dalam kamar yang gelap, karena takut ketahuan majikan.
Sedangkan untuk berbuka, saya biasa minum air putih dulu sambil menunggu majikan pulang kerja. Hampir setiap hari saya harus menahan lapar sampai jam 8-9 malam karena tidak ada makanan apa-apa.. Majikan memang suka masakan yang masih panas, jadi masaknya beberapa menit sebelum majikan pulang. Pas selesai masak pas majikan pulang, barulah bisa makan.
Sering airmata saya menetes ketika ingat keluarga di kampung. Biasanya saat berbuka maupun sahur, aneka makanan sudah siap di meja dan tinggal santap. Tapi di Hong Kong saya harus makan seadanya. Nelongso banget rasanya.... pertama kali kerja di negeri orang harus mengalami seperti ini. "Sabar...", itu yang selalu saya ucapkan untuk menyemangati diri sendiri.
Dengan sabar dan niat yang kuat, meskipun hanya makan sahur dengan 2 lembar roti tawar dan sebotol air, saya tetap kuat berpuasa. Tapi sempat bolong juga karena benar-benar tidak kuat. Daripada terjadi apa-apa dan ketahuan majikan, terpaksa saya tidak puasa.
Dan alhamdulillah..... hal ini hanya terjadi di tahun pertama saya kerja. Tahun ke dua saya tetap puasa sembunyi-sembunyi tapi saya sudah punya uang untuk membeli makanan sendiri. Setelah saya pindah majikan dan merawat nenek, saya bisa bebas berpuasa. Saat sahur, nenek asuhan saya sering membangunkan saya dan nenek menyuruh saya menyisihkan makanan buat makan sahur. Sedangkan saat berbuka, majikan rela makan lebih awal biar saya bisa segera buka puasa.
Berakit-rakit ke hulu, berenang renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Begitu kata pepatah dan saya bisa membuktikannya. :)
Sedangkan untuk berbuka, saya biasa minum air putih dulu sambil menunggu majikan pulang kerja. Hampir setiap hari saya harus menahan lapar sampai jam 8-9 malam karena tidak ada makanan apa-apa.. Majikan memang suka masakan yang masih panas, jadi masaknya beberapa menit sebelum majikan pulang. Pas selesai masak pas majikan pulang, barulah bisa makan.
Sering airmata saya menetes ketika ingat keluarga di kampung. Biasanya saat berbuka maupun sahur, aneka makanan sudah siap di meja dan tinggal santap. Tapi di Hong Kong saya harus makan seadanya. Nelongso banget rasanya.... pertama kali kerja di negeri orang harus mengalami seperti ini. "Sabar...", itu yang selalu saya ucapkan untuk menyemangati diri sendiri.
Dengan sabar dan niat yang kuat, meskipun hanya makan sahur dengan 2 lembar roti tawar dan sebotol air, saya tetap kuat berpuasa. Tapi sempat bolong juga karena benar-benar tidak kuat. Daripada terjadi apa-apa dan ketahuan majikan, terpaksa saya tidak puasa.
Dan alhamdulillah..... hal ini hanya terjadi di tahun pertama saya kerja. Tahun ke dua saya tetap puasa sembunyi-sembunyi tapi saya sudah punya uang untuk membeli makanan sendiri. Setelah saya pindah majikan dan merawat nenek, saya bisa bebas berpuasa. Saat sahur, nenek asuhan saya sering membangunkan saya dan nenek menyuruh saya menyisihkan makanan buat makan sahur. Sedangkan saat berbuka, majikan rela makan lebih awal biar saya bisa segera buka puasa.
Berakit-rakit ke hulu, berenang renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Begitu kata pepatah dan saya bisa membuktikannya. :)
Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka Ramadhan Giveaway dipersembahkan oleh Zaira Al ameera, Thamrin City blok E7 No. 23 Jakarta Pusat
14 Comments
wah,segitunya ya mbk...
ReplyDeleteNamanya jg orang tak pny agama mbak jd ndak bs menghargai kita :)
DeleteLuar biasa, semoga ini dapat menjadi contoh dan nasehat kebaikan untuk kita semua.
ReplyDeleteSalam wisata
Amin. . .
DeleteTerima kasih pak
Subhanalloh perjuangan mbak tari...tapi buah dari perjuangan mbak tari insya Alloh telah dibalas Alloh SWT y mbak tanpa terputus :)
ReplyDeleteAmin.... yang penting sekarang sudah bisa menjalankan ibadah puasa di Indonesia lagi :)
Deletesubhanallh mbak...s aya tersentuh. Semoga kerbekahan menanungi mbak.
ReplyDeleteBuah dari kesabaran, akhirnya ALlah memberikan sesuatu yang lebih baik
Amin.... terimakasih mas Sabda awal....
DeleteIya, semua indah pada waktunya hehe
perjuangan awal yg tak terlupakan ya mbak.
ReplyDeletesyukurlah puasa kedua sudah dapat maika yg baik.
ReplyDeleteEh kok saya baru baca ini , sedih mbak . Mbak hebat dan kuat :D
ReplyDeleteLoh komenku ilang yo mbak... apa kecantol di Hongkong hahaha
ReplyDeletemb Tary trenyuh aku bacanya..tetap semangat yaa.. *hugs :)
ReplyDeleteiya Mbak, sering dgr klo kerja di LN dilarang puasa dgn alasan produktifitas..
ReplyDeleteSalut banget yg tetap semangat puasa apapun halangannya
Terima kasih atas kunjungannya.