Suatu hari, seorang ibu datang tergopoh-gopoh ke toko saya sambil menangis panik. "Mbak punya nomer telponnya paijo (bukan nama sebenarnya)? Tolong Mbak, telponin sekarang suruh pulang, anaknya di pukuli istrinya karena susah makan", begitu kata ibu itu sambil meneteskan air mata. Wajar saja ibu itu panik dan tidak tega melihatnya, karena anaknya Paijo adalah cucu kesayangannya.
Kebetulan kami tidak menyimpan nomor HP Paijo, sehingga saya minta ke kakak Paijo. Setelah mendapat nomernya suami langsung menelpon Paijo. "Jo, emakmu nyuruh kamu pulang sekarang. Anakmu dipukuli sama istrimu. Ini emakmu disini nangis-nangis" begitu kata suami kepada Paijo yang sedang bekerja di Madiun Kota sana. Emak Paijo sedikit lega karena Paijo akan pulang saat itu juga.
Sementara itu ada SMS masuk ke HP saya dari kakak Paijo "Mbak kenapa emak minta tolong telpon Paijo? Bukannya istrinya di rumah?". Dengan polosnya sayapun membalas SMS kakak Paijo apa adanya, "anaknya Paijo dipukuli istrinya". Saat itu, saya merasa sudah melakukan hal yang benar dengan menolong ibu tersebut untuk menelpon anaknya.
Keesokan harinya, istri Paijo datang ke toko saya sambil momong anaknya. Seperti biasanya, sayapun menyapa anak Paijo sambil godain cowok kecil dengan lesung pipit di kedua pipinya itu . Tapi tiba-tiba mata istri Paijo berkaca-kaca kemudian ngomel-ngomel tentang mertua. Intinya sich menuduh mertuanya suka jelek-jelekin dia di belakangnya. Saya kaget donk lihat sikapnya yang tidak seperti biasanya itu. Waktu saya tanya ada apa eh dia malah ngeloyor pergi begitu saja tanpa pamit.
Dan entah apa yang telah terjadi dalam keluarga tersebut, tiba-tiba Paijo, istri dan anak semata wayangnya pulang ke rumah orang tua istrinya. Paijo rela meninggalkan emaknya demi istri dan anaknya.
Saya dan suami tidak menyangka kalau masalahnya bisa sefatal itu. Kami instrokpeksi diri, apa ada yang salah dengan kami? Apa karena suami telpon Paijo itu? Jujur saat itu niat kami hanya menolong dan tidak ada maksud apalah-apalah.
Kami pun minta maaf sama ibu itu kalau ada yang salah dengan kami. "Biarin aja mbak, emang mulutnya Paijo kayak mulut perempuan kok", Begitu kata ibu itu seolah malah menyalahkan anaknya.
Sampai sejauh itu saya dan suami masih belum tahu salah kami dimana, sampai akhirnya ada yang kasih tahu kalau penyebab terjadinya perang dunia ke 3 dalam keluarga tersebut adalah saya. Katanya, ada yang lihat ibu itu dan saya sedang ngrasani Dia.
Lalu apakah saya merasa bersalah? Tidak, saya belum bisa mengingat kapan saya ngrasani Dia saat ada orang? Sepertinya saya masih cukup waras, meskipun saya pernah rasan-rasan (lebih tepat dengerin curhatnya ibu itu) tapi ga mungkinlah saat ada orang lain.
Memang sich waktu kejadian ibu itu datang nangis-nangis sambil curhat, ada orang lain disana. Apa mungkin orang itu yang bilang? Entahlah tapi yang jelas, sejak kejadian itu, istri Paijo tak mau menyapa kalau papasan dengan kami. Kalau kami sapa bukannya jawab tapi malah mlengos.Bahkan saat lebaran kami silaturahmi ke rumahnya, tangan salaman tapi wajahnya sengak.
Melihat sikap istri Paijo, apakah kami kapok menyapanya? Tidak. Kami merasa tidak bersalah sehingga tetap menyapa meskipun tak di jawab.
Sekitar 6 bulan kemudian, mereka kembali ke rumah Paijo. Sikap istri Paijo tetap sengak dan milih mlipir-mlipir sampai pinggir kalau lewat depan toko kami. Ach saya mah cuek aja dan tetap menyapa.
Sampai akhirnya menjelang 1000 hari meninggalnya Bapak Paijo, saya ikut bantu-bantu di rumahnya dan tak sengaja kami duduk bersama. Wajah sengaknya mulai berubah agak manis, sesekali kami juga ngobrol untuk menanyakan sesuatu.
Setelah hari itu, bendera putih dikibarkan tanda perang dingin telah selesai. Mungkin dia capek musuhan sama kami karena wajah sengaknya kami balas dengan senyuman. Kemudian dia kembali mengajak anaknya main sama Alfi dan kami curhat-curhatan seperti dulu lagi.
Sepertinya lelaki kecilnya tahu kalau orang tuanya sudah baikan, sehingga setiap saat setiap hari ngajakin ke tempat kami. "Apii, Apii (alfi)" sambil nunjuk-nunjuk tempat kami.
Dari kejadian itu saya bisa mengambil hikmahnya, yaitu:
Sesuatu yang kita anggap sebagai sebuah kebaikan, belum tentu diterima dengan baik oleh orang lain. Tak jarang niat baik kita berujung pertengkaran karena terjadi salah paham. Jadi harus lebih hati-hati dengan ucapan maupun perbuatan kita, apalagi kalau ketemu dengan orang baper seperti istri Paijo. Lebih-lebih kalau bertemu sama orang ember yang suka menambah dan mengurangi cerita agar makin hot ceritanya. Ihh ngeri pokoknya.
Yang namanya mertua, dimana-mana ceritanya hampir sama. Perselisihan itu sudah biasa tergantung bagaimana kita menanggapinya. Jangankan yang tinggal serumah, saya yang hanya bersama mertua saat lagi pengajian atau tahlilan di rumah beliau aja sering beda pendapat kok. Hanya saja saya simpan kekesalan saya, paling curhatnya sama suami setelah sampai rumah. "Orang tua seperti itu pasti ada alasannya", begitu kata suami yang akhirnya bikin hati adem dan tidak terjadi kekesalan berlarut-larut. Kalau dibikin baper sich ujung-ujungnya pasti terjadi perang dunia ke 3.
Tapi mau bagaimanapun sikap mertua, sebaiknya jangan bikin suami bingung memilih antara ibu dan istri dech. Pilihan itu berat banget lho. Karena ibu dan istri itu merupakan 2 wanita istimewa di hati para suami. Kalau memilih istri tentu akan berdosa sama orang tua, kalau memilih ibu, mungkin akan kehilangan anak istrinya. Jadi makan buah simalakama khan?
Lebih baik jalani aja dengan ikhlas dan sabar, percayalah kalau istri menghormati suami dan suami berbakti kepada orang tuanya, pasti Allah akan memudahkan segala urusan rumah tangga kita. :).
38 Comments
jadi kadang jadi orang cuek ada abaiknya ya mbak kalau niat baik kita malah belum tentu dibilang benar
ReplyDeleteIya Mbak, sakitnya ga cuma di hati tapi dimana2 :)
DeleteItulah sebabnya saya mendadak introvert kalau depan mertua hahaha
ReplyDeleteHah masa sampai segitunya Mbak? Untungnya saya ga tinggal bareng mertua :)
DeleteYa ampun mbak, sampai sebegitunya ya :( Jadi bahan pelajaran buat saya yang belum berkeluarga nih
ReplyDeleteIya, orangnya terlalu baper mungkin :)
DeleteAku tersentil di bagian akhir tulisanmu mbak, hehe. Makasih nasehatnya. Memang sih, mertua itu jd isu yg sensitif. Aku sendiri mengalaminya. Soalnya ya perbedaan budaya, kebiasaan,umur yg terpaut jauh. Hmmm....modalnya tak lain tak bukan, sabaaaarrrr
ReplyDeleteIya harus sabar aja, mau sama anaknya juga harus mau sama ibunya ya Mbak :)
DeleteSerius betul jadinya ya mba.. Tapi memang iya kok, tidak semua kebaikan yang dilakukan diterima sebagai kebaikan ya mba. Aku pun suka sebel jadinya >_<
ReplyDeleteBetul Mbak, apalagi kalau didiemin gitu tanpa tahu kesalahan kita :)
Deletewa, inspiratif banget nih :) makasih untuk pelajaran hidupnya ;)
ReplyDeleteSama2 teh Okti
DeleteSering banget tuh di posisi gak tau apa-apa, gak salah apa-apa.. tp malah ngerasa yg bersalah.. emang bener, demi kebaikan bersama, yg waras ngalah aja deh mbak, haha
ReplyDeleteIya, demi kesejahteraan bersama mending ngalah ya Mbak :)
Deleteiya betul, harus hati2. kadang apa yang kita omongkan malah suka ditambah2i
ReplyDeleteKebetulan ada juga tetangga seperti itu, jadi makin hati2 dech. Takut salah paham lagi :)
DeleteAmiin mbak.. Semoga kita semua bisa selalu mendapatkan hikmah dari setiap kejadian..
ReplyDeleteMemang betul, banyaak sekali kejadian serupa yang terjadi di kehidupan sehari2. Kebaikan yang kita maksudkan, swering kali dianggap buruk oleh orang lain.
Betul Mbak, tapi yang bikin saya gemes, mertua jadi korban
DeleteSepertinya kalo dalam posisi mbak Tarry aku nelponin Paijo.
ReplyDeleteTidak hanya ibu Paijo, mbak Tarry juga harus sabar dengan karakter yang seperti itu.
Iya Mbak, lha wong datang lsngsung nangis,jadi ga tega.
Deletemungkin lain kali biar ngomong sendiri aja orangnya #kapok
Orang yang kita mlengos, kita tetap senyum, dan esok kalo ketemu kita sapa lagi. Sungguh, ini akhlak yang perlu kia bangun ya, Mbak :)
ReplyDeleteAsli yang ini berat banget pak, mendingan ga ketemu aja dech :)
Deleteamiin...ikut mengaminkan doanya mbak.
ReplyDeletemeskipun ada aja ya kisah mertua yang "agak luar biasa" hehehe
Yang saya tahu 9 dari 10 mertua agak luar biasa Mbak, #untung saya ga ikut mertua ehehe
Deleteduh akhirnya bisa baikan lagi ya mbak, aku kok jadi melu sedih
ReplyDeleteIya alhamdulillah udah baikan Mbak, asli ga nyaman banget rasanya. Kali ini hati2 banget kalau ngomong sama dia :)
DeleteMasalah menantu dan mertua memang tiada akhir ya :D
ReplyDeleteDaku juga sekarang lebih mencoba mengoreksi diri sendiri kalau berhubungan dengan orang lain, dan bermasalah.
Iya mak injul, beruntung saya tidak tinggal bersama mertua :)
Deleteserba salah ya mbak... bersikap cuek aja walopun tau tetangga sebelah lg beratem hebat juga ga bisa, tp kalo mw nolongin, biasanya kita ikutan disemprot..
ReplyDeletekalo masalah ama mertua untungnya aku dpt mertua yg baik bgt.. bisa kompak ama menantu.. disyukurin banget2 ini..
Iya, diam memang lebih baik daripada ikutan di semprot :)
Deletewah cukup pelik juga ya mb tarry
ReplyDeleteaku bacanya merinding, entah yang salah sebenernya siapa
memang klo ada konflik kayak gitu, mending kita kita melipir kali ya hihii
Semua merasa benar ini makanya masalahnya berlarut2 tanpa ada yang mau mengalah :)
DeleteHihihihi.... kalau yg seperti ini mending didengarkan lalu diabaikan, mbak. Gak ada sisi benarnya blas. hahahahaha... ups... dampaknya malah dimusuhi sana-sini. Pengalaman pribadiku juga
ReplyDeleteAku pernah juga dicurhatin seorang Ibu ttg anak & menantunya. Aku cuma dengerin aja tanpa komentar.
ReplyDeleteSalut deh sama mbak tarry, kalau aku sekali dicuekin sama orang ya udah mbak ikut cuekin balik dia nya hahaha #jahat ya.
ReplyDeleteMungkin, adakalanya tak terlalu peduli pada masalah orang lain ada baiknya ya mbak..
ReplyDeletesing penting ikhlas! :)
ReplyDeleteKebaikan tidak selalu baik di mata orang lain? Duhh iya banget. Mestinya saya ikut nih GA ini kemarin. Quotenya pas banget dengan situasi beberapa hari belakangan ini :D
ReplyDeleteTerima kasih atas kunjungannya.